MENGENAL SEJARAH DAN PEMERINTAHAN DUBAI
SEJARAH SINGKAT
Pada tahun 1833 sekelompok suku Bani Yas yang dipimpin oleh keluarga Maktoum bermukim di sekitar muara sungai kecil (creek) di pantai utara semenanjung Arab yang dinamakan Dubai. Dubai pada awalnya merupakan tempat perdagangan ikan, mutiara dan hasil laut lainnya. Puluhan tahun kemudian, Dubai berkembang menjadi pelabuhan alami karena teluk dan creek memudahkan kapal laut membongkar muat barang ke daratan. Pada awal abad ke-20, Dubai menjelma menjadi pelabuhan laut yang ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari India, Iran, Arab Saudi dan negara disekitar teluk lainnya dengan jenis komoditi yang mulai beragam. Souk (bahasa Arab yang artinya pasar) mulai menjamur di sepanjang creek terutama di daerah Deira. Deira adalah wilayah perdagangan sebelah barat creek sedangkan sebelah timur dinamakan Bur Dubai. Pada tahun 1950 creek mulai dangkal karena tertimbun lumpur akibat banyaknya kapal laut yang berlabuh. Emir Dubai saat itu yaitu Sheikh Rashid bin Saeed Al Maktoum memutuskan untuk memperdalam creek untuk memudahkan lalu lintas kapal laut. Saat itu pekerjaan tersebut adalah sangat berat dan memerlukan biaya yang besar. Namun hasil jerih payah itu terlihat dari perkembangan Dubai sebagai pelabuhan dagang yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Sewaktu ditemukannya ladang minyak di Dubai pada tahun 1966, pemerintah Dubai memanfaatkan pendapatan dari penjualan minyak untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan besar – besaran segera dimulai pada awal tahun 1967 yaitu bangunan sekolah, rumah sakit, jalan raya, jaringan telekomunikasi modern dan bandar udara internasional yang dapat menampung semua jenis pesawat. Disamping itu Sheikh Rashid juga memerintahkan untuk membangun pelabuhan laut di Jebel Ali disamping pelabuhan laut yang sudah ada di Dubai. Pelabuhan laut Jebel Ali merupakan pelabuhan buatan manusia terbesar di dunia hingga saat ini. Sadar akan keterbatasan cadangan minyak yang hanya sebesar 4 milyar barel, Sheikh Rashid telah melihat potensi Dubai untuk menjadi pusat perdagangan internasional di kawasan Timur Tengah. Kiat pembangunan Dubai adalah kepemimpinan yang transparan, infrastruktur yang berkulitas tinggi, iklim usaha yang nyaman bagi para ekspatriat, tidak ada pengenaan pajak pendapatan perorangan dan perusahaan dan tarif bea masuk barang impor yang rendah. Kiat tersebut ternyata berhasil membawa Dubai menjadi pusat perdagangan dan investasi serta pariwisata yang paling diminati di kawasan. Letak geografis Dubai menjadi salah satu keuntungan dalam perkembangannya menjadi hub perdagangan antara Asia dan Afrika serta Eropa. Sejak tahun 1960, Sheikh Rashid bin Saeed Al Maktoum dan Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan (Emir Abu Dhabi) mempunyai cita-cita untuk mendirikan negara federasi emirat-emirat di sepanjang pantai utara Semenanjung Arab. Impian itu terwujud dengan berdirinya United Arab Emirates (UAE) pada tahun 1971 yang terdiri dari emirat Abu Dhabi, Dubai, Sharjah, Ajman, Ras Al Khaimah, Umm Al Quwain dan Fujairah. Sheikh Zayed adalah Presiden pertama Persatuan Emirat Arab (PEA) dan digantikan oleh anaknya yaitu Sheikh Khalifa bin Zayed Al Nahyan setelah Sheikh Zayed meninggal dunia pada bulan Nopember 2004. Sheikh Rashid terpilih sebagai Wakil Presiden dan Perdana Menteri pertama PEA. Dibawah kepempinan Sheikh Zayed, ekonomi PEA berkembang pesat menjadi salah satu negara kaya di dunia dengan GDP mencapai US$ 77,5 milyar, GDP percapita US$ 25.000 (2003).
PEMERINTAHAN
Sheikh Rashid wafat pada tahun 1981 dan pimpinan keemiran Dubai digantikan anak sulungnya yaitu Sheikh Maktoum bin Rashid Al Maktoum. Sheikh Maktoum yang lama bersekolah di Inggris ini berhasil meneruskan imian bapaknya untuk mewujudkan modernisasi Dubai sebagai pusat lalu lintas perdagangan terbesar di kawasan Timur Tengah. Selain berkedudukan sebagai Emir Dubai, Sheikh Maktoum juga menjabat sebagai Perdana Menteri dan Wakil Presiden Persatuan Emirat Arab (PEA) hingga saat ini.Tidak ada partai politik dan pemilihan umum di Dubai dan di seluruh keemiran PEA, masing-masing Emir berkuasa atas keemirannya. Kebijakan yang terkait dengan pemerintah federal shaikh_mohammed_idex_2005 copyhanya di bidang pertahanan, politik luar negeri dan keuangan. Sistim pemerintahan PEA cukup unik karena merupakan perpaduan dari unsur tradisional dan modern namun berhasil memacu pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas politik. Sheikh Maktoum meninggal dunia awal Januari 2006 dan berdasarkan UU kedudukannya sebagai emir Dubai digantikan oleh Putra Mahkota yaitu Sheikh Mohammad bin Rashid Al Maktoum yang merupakan adiknya sendiri. Berdasarkan hasil kesapakatan Supreme Council PEA, Sheikh Mohammad juga diangkat menjadi Wakil Presiden PEA dan Perdana Menteri PEA. Banyak kalangan terutama bisnis menyambut baik naik tahtanya Sheikh Mohammad yang selama ini terkenal sebagai arsitek ekonomi Dubai dalam membantu kakaknya almarhum Sheikh Maktoum sewaktu menjadi emir Dubai.
Semetara itu Presiden PEA Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan yang wafat pada tahun 2004, berdasarkan kesepakatan Supreme Council mengangkat anak sulung Sheikh Zayed yaitu Sheikh Khalifa bin Zayed Al Nahyan menjadi Presiden PEA menggantikan ayahnya. Perdana Menteri mengepalai kabinet dimana porsi kedudukan di kabinet ditentukan oleh banyaknya jumlah penduduk di masing-masing Emirat. Susunan kabinet dibentuk oleh Perdana Menteri / Wakil Presiden.
PEREKONOMIAN
Dari ketujuh emirat PEA, Dubai merupakan penyumbang terbesar bagi pendapatan negara dari sektor non migas. Setelah ditemukannya ladang minyak di Dubai pada tahun 1966, Dubai mulai merubah wajah perekonomiannya menjadi salah satu pusat perdagangan dunia dengan fasilitas yang serba modern. Dari jumlah cadangan minyak PEA sebesar 97,8 milyar barel (sebagian besar terdapat di Emirat Abu Dhabi), cadangan minyak Dubai hanya sebesar 4 milyar barel. Sadar akan keterbatasan sumber daya alam yang lambat laun akan habis, Dubai sejak awal berupaya untuk tidak menggantungkan sumber pendapatannya dari sektor migas. Penggunaan pendapatan dari sektor minyak hanya digunakan untuk pembangunan sarana infrastruktur guna menjadikan Dubai sebagai kota lalu lintas perdagangan internasional. Industri manufaktur, pariwisata dan sektor jasa meningkat dengan cepat sehingga pertumbuhan ekonomi juga melaju dengan pesat.
Dalam menjalankan roda perekonomiannya, pemerintah Dubai bertekad untuk berlaku secara liberal, menerapkan pasar bebas dan menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk aktifitas per-dagangan. Dubai adalah emirat terbesar setelah Abu Dhabi dengan stabilitas politik yang terus terjaga. Dubai dan seluruh emirat PEA terbuka untuk semua kegiatan perdagangan dari seluruh negara di dunia kecuali Israel. Campur tangan pemerintah pada sektor swasta sangat sedikit. Tidak ada pengenaan pajak secara langsung pada pendapatan perusahaan maupun perorangan, kecuali untuk perusahaan minyak yang dikenai pajak dari laba bersih yang diperoleh di Dubai. Biaya masuk sangat rendah yaitu sebesar 5% dan itupun dengan banyak pengecualian, terdapat kebebasan memindahkan modal, tidak ada kontrol atas penukaran valuta asing, kuota perdagangan dan adanya nilai tukar tetap untuk UAE Dirham terhadap US$ yaitu 1 US$ ekuivalen dengan 3,678 Dirham.
GDP percapita Dubai adalah sebesar US$ 19.009 (tahun 2002) sedangkan GDP percapita PEA sebesar US$ 24.860 (tahun 2002). Walaupun terjadi peningkatan nilai GDP Dubai sebesar 6,2% pada tahun 2003 (lebih kecil dari tahun sebelumnya karena dampak peperangan di Irak) namun karena pertambahan jumlah penduduk yang tinggi maka angka GDP percapita terlihat menurun. GDP Dubai pada tahun 2004 mencapai US$ 76 milyar. Biaya hidup di Dubai lebih rendah dibandingkan kota pusat perdagangan lainnya seperti Singapura dan Hongkong, tingkat inflasi sebesar 1 %. Figur pertumbuhan ekonomi tersebut cenderung bersifat riil ketimbang nominal. Prestasi ekonomi ini menjadi kurang impresif karena penambahan jumlah penduduk yang cepat yaitu sebesar 6% setiap tahun. Pertumbuhan ekonomi Dubai sebagian besar adalah produk ekspatriat, namun karena tingkat produksi para pendatang baru lebih rendah maka kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi kurang dari 6%. Nilai perdagangan non migas Dubai tahun 2003 adalah sebesar US$ 36,37 milyar dan pada tahun 2004 diproyeksikan akan mencapai US$ 38,2 milyar.
Emirat Dubai termasuk cepat dalam upaya melepaskan diri dari ketergantungan akan migas. Pada tahun 2003 kontribusi sektor migas dalam pendapatan emirat ini hanya sebesar 7% dari GDP, bandingkan dengan tahun 1985 dimana 50% GDP berasal dari migas. Pemerintah Dubai bertekat untuk terus mengurangi pemasukan dari sektor minyak sehingga mencapai kurang dari 1% pada tahun 2010. Dengan demikian fluktuasi harga minyak dunia tidak mempunyai dampak yang berarti atas kelangsungan program pembangunan dan roda ekonomi Dubai. Sektor non migas yang selama ini berperan dalam perkembangan perekonomian Dubai adalah perdagangan, industri, perbankan, pariwisata, real esate dan sektor jasa lainnya.
Sektor pariwisata memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pendapatan emirat Dubai. Pada tahun 2003 jumlah wisatawan yang datang ke Dubai mencapai 5 juta orang dan untuk tahun 2004 diperkirakan akan menjadi 5,5 juta wisatawan. Peristiwa 11 September 2001 di AS sempat menggoncangkan bisnis wisata Dubai, namun pertumbuhan sektor wisata sebesar 25% tahun 2002 bukan hanya merupakan recovery, namun prestasi yang luar biasa setelah masa resesi. Menurut kalkulasi pemerintah, dalam tiga tahun terakhir sejumlah US$ 1,9 milyar dari kegiatan ekonomi bergerak di sektor pariwisata yaitu hotel, transportasi, restoran dan perbelanjaan. Hal ini menyebabkan sektor pariwisata menjadi lebih penting daripada migas dalam perhitungan GDP. Sumbangan sektor pariwisata dalam per hitungan GDP 2003 jauh lebih besar dari pada Migas.
Keamanan yang terus terjaga dan iklim usaha yang menguntungkan menyebabkan Dubai tidak terpengaruh oleh gejolak politik yang terjadi di kawasan. Para pebisnis mempunyai pengetahuan khusus mengenai situasi politik di kawasan terutama posisi Dubai dan PEA dalam kasus politik di Palestina dan Irak. Sikap para pebisnis ini lebih memantapkan perekonomian Dubai dan PEA pada umumnya. Bahkan sewaktu pecah peperangan di Irak bulan Maret 2003, roda bisnis Dubai tetap berputar tanpa hambatan yang berarti, bahkan dunia usaha Dubai mendapat peluang baru dalam mengail keuntungan dari pro- ses rekonstruksi Irak paska perang. Dubai adalah salah satu penyuplai yang ditunjuk dalam proyek rekonstruksi Irak dengan nilai milyaran dolar Amerika.
Pada tahun 2003, kontribusi sektor migas dalam GDP Dubai hanya sebesar 7 % (namun sekitar 40% pendapatan emirat ini berasal dari sektor migas).Dubai ingin mengikuti jejak Singapura sebagai pusat lalu lintas perdagangan yang sukses di Asia, dimana GDP Singapura adalah dua pertiga dari GDP negara penghasil migas terbesar di dunia yaitu Saudi Arabia. Pemerintah Dubai ingin mewujudkan skill and knowledge based economy dalam memacu pertumbuhan ekonomi. PEA adalah penghasil migas ke-tiga terbesar di dunia setelah Saudi Arabia dan Irak, namun dalam laporan tahunan IMF 2002, PEA adalah negara penghasil minyak di kawasan Timur Tengah yang paling rendah ketergantungannya akan migas dan memiliki pertumbuhan GDP paling stabil.
Selain sektor migas, pemerintah Dubai tengah meningkatkan penerimaan dari sektor-sektor lainnya seperti custom, untuk produk umum dikenakan bea masuk 5% namun komoditi ter-tentu seperti minuman beralkhohol dan rokok dikenakan bea sekitar 30% sampai 100%. Perusahaan pemerintah yang juga memberikan sumbangan bagi pedapatan pemerintah adalah Emirates Group (diantaranya adalah maskapai penerbangan Emirates), Dubai Aluminium, Dubay Dry Docks, perusahaan minyak ENOC, Dubai Palm Developer, perusahaan konstruksi Emaar, beberapa hotel, bank dan properti lainnya.
INFRASTRUKTUR
Sarana infrastruktur Dubai dan emirat PEA lainnya dibangun dengan standar negara maju. Alokasi dana pembangunan dan peme-liharaan infrastruktur diatur oleh pemerintah federal PEA di Abu Dhabi. Untuk menyediakan perumahan bagi penduduk pribumi yang miskin, pemerintah PEA melalui Sheikh Zayed Housing Programme telah mem-bangun puluhan ribu rumah di seluruh emirat PEA. Untuk merealisasikan tujuan pemba-ngunan Dubai sebagai pusat perdagangan, ilmu penge-tahuan, kesehatan, pen-didikan, keuangan, Dubai nampak berambisi untuk membangun berbagai sarana modern. Beberapa bangunan spektakuler yang telah selesai dan sedang dibangun adalah hotel Burj al Arab, pulau buatan Palm Jumeirah, Palm Jebel Ali dan hotel di bawah permukaan laut The Hydropolis. Dubai juga sedang membangun pusat perbelanjaan sekaligus hunian, tempat hiburan, pameran dan pusat kebudayaan terbesar di Timur Tengah yaitu Dubailand senilai US$ 5 milyar yang dibangun di areal seluas 6000 meter persegi.
Sumber :
legnkap banget makasih ya kak
BalasHapusxl roaming jepang