PERANAN PERENCANAAN FISIK BANGUNAN

Perencanaan fisik adalah suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisik. Proses perencanaan fisik pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.


SKEMA PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN


Proses perencanaan fisik pembangunan memang sudah terencana dengan syarat tertentu. Dalam salah satu artikel, Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. gagasan perencanaan fisik pemangunan ini dikhususnya kebutuhan esensial kaum miskin yang harus diberikan prioritas utama. sedangkan gagasan lainnya merupakan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan masa kini dan hari depan yang akan datang. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dilakukan dalam keberlanjutan pernecanaan fisik pembangunan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang.


KELEMAHAN DAN KELEBIHAN DARI BEBERAPA JENIS PERENCANAAN
Adanya pertumbuhan penduduk menentukan adanya perubahan struktur masyarakat. Dengan adanya konflik juga dapat menimbulkan perubahan struktur masyarakat dimana dalam membuat perubahan yang terencana kita harus memebuat peren canaan terlebih dahulu.

Beberapa jenis dari perencanaan adalah sebagai berikut:
  • Perencanaan dengan sistem “TOP DOWN PLANNING” artinya adalah perencanaan yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal serta pemerintah berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang berwal dari perencaan hingga proses evaluasi, dimana peran masyarakat tidak begitu berpengaruh.
  • Perencanaan dengan sistem “BOTTOM UP PLANNGING” artinya adalah perencanaan yang dilakukan diaman masyarakat lebih berperan dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan sedangkan pemerintah pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam suatu jalannya program.
  • Perencaan dengan sistem gabungan dari kedua sistem diatas adalah perencaan yang disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan program yang diinginkan oleh masyarakat yang merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah dan juga masyarakat sehingga peran antar satu dan keduanya saling berkaitan.

Kelebihan dari sistem “TOP DOWN PLANNING” adalah :
  1. Masyarakat tidak perlu bekerja serta memberi masukan program tersebut sudah dapat berjalan sendiri karena adanya peran pemerintah yang optimal.
  2. Hasil yang dikeluarkan bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh pemerintah.
  3. Mengoptimalkan kinerja para pekerja dipemerintahan dalam menyelenggarakan suatu program.
Kelemahan dari tipe “TOP DOWN PLANNING” adalah :
  1. Masyarakat tidak bisa berperan lebih aktif dikarenakan peran pemerintah yang lebih dominan bila dibanding peran dari masyarakat itu sendiri.
  2. Masyarakat tidak bisa melihat sebarapa jauh suatu program telah dilaksanakan.
  3. Peran masyarakat hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga akhir.
  4. Tujuan utama dari program tersebut yang hendaknya akan dikirimkan kepada masyarakat tidak terwujud dikarenakan pemerintah pusat tidak begitu memahami hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat.
  5. Masyarakat akan merasa terabaikan karena suara mereka tidak begitu diperhitungkan dalam proses berjalannya suatu proses.
  6. Masyarakat menjadi kurang kreatif dengan ide-ide mereka.

Sedangkan kelebihan dari sistem “BOTTOM UP PLANNING” adalah
  1. Peran masyarakat dapat optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada pemerintah dalam menjalakan suatu program.
  2. Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat akan dapat berjalan sesuai dengan keinginan masyrakat karena ide-idenya berasal dari masyarakat itu sendiri sehingga masayarakat bisa melihat apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan.
  3. Pemerintah tidak perlu bekerja secara optimal dikarenakan ada peran masyarakat lebih banyak.
  4. Masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide yang yang akan digunakan dalam suatu jalannya proses suatu program.
Kelemahan dari sistem “BOTTOM UP PLANNING” adalah
  1. Pemerintah akan tidak begitu berharga karena perannya tidak begitu besar.
  2. Hasil dari suatu program tersebut belum tentu biak karena adanya perbadaan tingkat pendidikan dan bisa dikatakn cukup rendah bila dibanding para pegawai pemerintahan.
  3. Hubungan masyarakat dengan pemerintah tidak akan berlan lebih baik karena adanya silih faham atau munculnya ide-ide yang berbeda dan akan menyebabkan kerancuan bahkan salah faham antara masyarakat dengan pemerintah dikarenakan kurang jelasnya masing-masing tugas dari pemerintah dan juga  masyarakat.

Bila dilihat dari kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing sistem tersebut maka sitem yang dianggap paling baik adalah suatu sistem gabungan dari kedua janis sistem tersebut karena banyak sekali kelebihan yang terdapat didalamya antara lain adalah selain masyarakat mampu berkreasi dalam mengembangkan ide-ide mereka sehingga mampu berjalan beriringan bersama dengan pemerintah sesuai dengan tujuan utama yang diinginkan dalam mencapai kesuksesan dalam menjalankan suatu program tersebut.


DISTRIBUSI TATA RUANG LINGKUNGAN
Peran Perencanaan dalam 4 lingkup : 
  • Lingkup Nasional
  • Lingkup Regional
  • Lingkup Lokal
  • Lingkup Sektor Swasta

1. LINGKUP NASIONAL
Kewenangan semua instasi tingkat pemerintahan pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral. Perencanaan fisik pada tingkat nasional tidak memepertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara spesifikasi dan mendetail. Departemen-departemen yang berkaitan adalah yang langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah, antara lain:
  • Dep. Pekerjaan Umum
  • Dep. Perhubungan
  • Dep. Perindustrian
  • Dep. Pertanian
  • Dep. Pertambangan

2. LINGKUP REGIONAL
Instasi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkat regional di Indonesia adalah pemda tingkat 1 di samping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal, walaupun pertingkat kota dan kabupaten konsistensi sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah di gariskan di atas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai ketentuan dalam mengurus perencanaan wilayah sendiri , antara lain:
  • Dinas PU (Pekerjaan Umum)
  • DLLAJR
  • Kantor wilayah yang mengkoordinasi adalah BAPPEDA tingkat 1 di setiap provinsi.

3. LINGKUP LOKAL
Tingkat kodya atau kabupaten biasanya seperti di bebankan kepada dinas-dinas berdasarkan Kepres NO.27 Tahun 1980 untuk BAPPEDA tingkat II,  misalnya:
  • Dinas PU
  • Dinas Tata Kota
  • Dinas Kebersihan
  • Dinas Pengawasan Pembangunan Kota
  • Dinas Kesehatan
  • Dinas PDAM

4. LINGKUP SEKTOR SWASTA
Lingkup swasta dulu hanya sebatas pada skala perencanaan pembangunan perumahan, jaringan utilitas, dan pusat perbelanjaan. Akan tetapi sekarang semakin positif yang menjadi indikator untuk memicu diri bagi instansi pemerintahan maupun BUMN, sehingga persaingan yang muncul menjadi tolak ukur bagi tiap-tiap kompetitor swasta dan pemerintah dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan atau produk.


STUDI KASUS PERAN PERENCANAAN FISIK BANGUNAN
Lingkup Regional :
KASUS DIBALIK PEMBANGUNAN FISIK DISPENDIK PROV JATIM


Jawa Timur, portal nasional – Pembangunan dan rehab gedung yang dilakukan oleh pihak dinas pendidikan provinsi jawa timur dan memakai anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) disinyalir bermasalah. Permasalahan yang ada yakni setiap pembangunan dan rehab gedung di dinas pendidikan provinsi jawa timur 90% pelaksanaannya dilakukan lebih dari satu tahun anggaran (2-3 tahun anggaran baru rampung pengerjaannya).
Selain daripada itu, kompensasi fee yang harus diserahkan oleh masing-masing rekanan ke pejabat dinas pendidikan provinsi jawa timur sangat fantastis. Pada tahun anggaran 2015, menurut sumber yang dipercaya, fee yang harus disetor ke dinas melalui sekretaris dinas pendidikan provinsi jawa timur sebesar Rp 1 milyar dari nilai proyek sebesar 3 milyar rupiah. Pada tahun 2014 fee yang disetor sebesar 30% dari nilai proyek yang dikerjakan rekanan dan pada tahun 2013 sebesar 20% dari nilai proyek yang dikerjakan rekanan, meski pada tahun 2012 fee yang disetor oleh rekanan sebesar 15% dari nilai proyek yang dikerjakannya.
Meski ada indikasi penyalahgunaan wewenang dan jabatan di dinas pendidikan provinsi jawa timur, “praktek” jual beli proyek pembangunan dan rehab gedung yang dilakukan di dinas pendidikan provinsi jawa timur tetap tidak tersentuh undang-undang anti korupsi meski sudah jelas bahwa uang Negara dipakai untuk kepentingan kelompok ataupun pribadi.


Sumber :

Komentar

Postingan Populer